Peluang dan Tantangan Keterwakilan Perempuan pada Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilihan Umum Menuju Penyelenggaraan Pemilu yang lebih Berkesetaraan Gender

Peluang dan Tantangan Keterwakilan Perempuan pada Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilihan Umum Menuju Penyelenggaraan Pemilu yang lebih Berkesetaraan Gender

Pada era reformasi seperti sekarang, perempuan memiliki kedudukan dan hak yang sama untuk berperan dalam pembangunan bangsa, termasuk dalam penyelenggaraan pemilihan umum. Namun, pada kenyataannya, partisipasi perempuan pada bidang ini masih cukup minim.

Hal tersebut dikemukakan oleh Direktur Politeknik STIA LAN Jakarta, Prof. Dr. Nurliah Nurdin, MA., pada kegiatan webinar dengan tema “Peluang dan Tantangan Keterwakilan Perempuan di KPU RI dan Bawaslu RI Menuju Pemilu 2024”, pada hari Minggu, 10 Oktober 2021 pukul 11.00 WIB yang diselenggarakan secara daring via Zoom.

Kegiatan webinar ini diselenggarakan oleh yang Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia (MIPI).

Menurut Nurliah, dasar hukum pelibatan perempuan dalam penyelenggaraan pemilu adalah peraturan perundang-undangan mengenai komposisi keanggotaan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota, dengan memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen). Begitu pula dengan komposisi keanggotaan Bawaslu, Panwaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30 % (tiga puluh persen).

Keterwakilan perempuan minim pada penyelenggaraan pemilihan umum disebabkan oleh beberapa faktor seperti konstruk sosial budaya, pengetahuan kepemiluan yang kurang, hambatan geografis, hingga regulasi.

Jika dicermati lebih dalam, pada kenyataannya,
efek domino pelibatan perempuan sebagai penyelenggara pemilu sesungguhnya dapat berimplikasi pada terimplementasinya kesetaraan sebagai salah satu indikator demokrasi. Pada gilirannya, hal ini akan mendorong peningkatan kebijakan yang pro terhadap perempuan dan anak, lalu dapat mendorong terselesaikannya konflik secara persuasif, sebab sifat dasar perempuan lebih memilih damai.

Adapun dampak negatif dari sikap abai terhadap pelibatan perempuan adalah tidak tercapainya komitmen akan kesetaraan gender yang telah diamanatkan undang-undang, dan merusak serta prinsip Sustainable Development Goals.

Nurliah memberikan rekomendasi solusi dari seluruh permasalahan tersebut yaitu dengan mendorong perempuan agar memiliki wawasan kepemiluan yang mumpuni melalui program-program peningkatan kompetensi kepemiluan untuk perempuan, juga dengan cara mengawal proses seleksi KPU, KPUD, Bawaslu agar mematuhi kuota minimal 30% wanita. Solusi lain yang harus dilaksanakan adalah melakukan revisi regulasi agar ramah bagi perempuan, karena seringkali perempuan terganjal masalah Regulasi.

Webinar ini juga menghadirkan narasumber lainnya, yaitu Dr. Sri Budi Eko Wardani, S.IP., M.Si., Dosen Fisip UI, Hurriyah ,S.Sos, IMAS., Wakil Direktur Eksekutif Pusat Kajian Politik FISIP UI dan Luluk Nur Hamidah, M.Si., M.PA, Sekretaris Presidium Kaukus Perempuan Parlemen Republik Indonesia Anggota DPR RI Fraksi PKB.

Share this:
https://esdm.riau.go.id/web/logs1/