Jakarta, 29 April 2025 – Dalam upaya memperkuat transparansi dan akuntabilitas administrasi kepolisian, Sekretariat Umum Wilayah Hukum Polda Metro Jaya menyelenggarakan kegiatan bimbingan teknis bertajuk “Optimalisasi Administrasi Polri Menuju Pengelolaan Administrasi Modern”. Acara ini menghadirkan Prof. Dr. Nurliah Nurdin, M.A., Direktur Politeknik STIA LAN Jakarta, sebagai narasumber utama.
Kegiatan yang digelar di wilayah hukum Polda Metro Jaya ini diikuti oleh 40 peserta yang terdiri dari 20 orang Kaurrenmin dan 20 staf Renmin satuan fungsi Polda Metro Jaya. Bimbingan teknis dibuka secara resmi oleh Kasetum Polda Metro Jaya, AKBP Agustin Susilowaty, S.H., M.M., yang menyampaikan harapannya agar kegiatan ini dapat meningkatkan kualitas pelayanan administrasi di lingkungan kepolisian.

Mengawali materinya, Prof. Nurliah Nurdin memetakan kasus permasalahan administrasi yang kerap terjadi di Indonesia khususnya di DKI Jakarta, yaitu tumpang tindih kewenangan dan birokrasi berbelit, digitalisasi belum merata dan konsisten, kurangnya transparansi dan akuntabilitas, kurangnya pengawasan internal yang efektif, sentralisasi dalam pengambilan keputusan, dan keterbatasan data dan integrasi sistem antar lembaga. Untuk di kepolisian sendiri, permasalahan administratif yang biasanya ditemukan adalah
pungutan liar dan ketidaktransparanan dalam proses pelayanan, birokrasi berbelit dan tidak efisien, serta ketergantungan pada komando pusat yang akhirnya membatasi inovasi daerah. Dengan jumlah polisi di Jakarta yang berkisar 7.481 menurut data Badan Pusat Statistik tahun 2020, jika dihitung jumlah ideal 225 personel Polisi untuk 100.000 penduduk, maka belum bisa dikatakan seimbang untuk memberikan pelayanan terhadap penduduk Jakarta yang berjumlah 10.807juta jiwa. Selanjutnya Prof. Dr. Nurliah Nurdin, MA., mengemukakan teori transformasi dan reformasi yang berfokus pada perubahan mendasar untuk meningkatkan profesionalisme, akuntabilitas, dan pelayanan publik, serta untuk menegakkan kembali kewibawaan Polri sebagai lembaga penegak hukum yang dipercaya masyarakat. Transformasi ini mencakup aspek struktural, kultural, personalia, dan sistem pendidikan. Mengapa kemudian pejabat pelayan publik wajib melakukan reformasi? Untuk memberikan keyakinan kepada masyarakat dan mendapatkan kepercayaan mereka bahwa pelayanan birokrasi mampu konsisten dalam integritasnya.
Prof. Nurliah menayangkan tabel World Internal Security and Police Index, kemudian perbandingan administrasi kepolisian di negara Korea Selatan, Brazil, dan Amerika Serikat. Juga menjelaskan peran teknologi informasi dalam mendukung administrasi modern, yaitu otomatisasi proses administrasi, akurasi data, pelayanan publik berbasis digital, dan terakhir efisiensi anggaran administrasi dengan contohnya adopsi e-procurement di Korea Selatan.
Tak hanya itu saja, Prof. Nurliah juga memberikan penjelasan terkait pendekatan good governance dan new public management, mengingat kepolisian juga merupakan salah satu lembaga pemerintahan yang bertugas untuk melayani dan mengayomi masyarakat. Pendekatan good governance menggunakan prinsip akuntabilitas, transparansi, partisipasi, desentralisasi, dan pelayanan. Sementara pendekatan NPM, prinsipnya adalah efisiensi, kinerja, manajemen hasil, teknologi informasi, dan kompetisi. Beberapa rekomendasi kebijakan yang diberikan Prof. Nurliah adalah audit menyeluruh terhadap sistem administasi kepolisian, reformasi SDM dan pelatihan pelayanan publik berbasis etika dan profesionalisme, penguatan lembaga pengawas eksternal, implementasi sistem digital yang terintegrasi lintas lembaga, dekonsentrasi pelayanan administratif ke level polres dan polsek, serta yang terakhir adalah penggunaan CCTV yang perlu diperhatikan dan perlu pengawasan juga dari masyarakat sehingga ada transparansi dalam pengelolaan.
Prof. Nurliah menekankan bagaimana tugas administrator sangat penting dengan menceritakan sedikit pengalamannya saat mengikuti internship di Northern Illinois, yaitu mengatur sirkulasi permintaan masyarakat yang meminta arsip dan dokumen-dokumen lama di kantor Illinois Regional Archives Depository. “Semakin cerdas masyarakat, akan semakin tinggi tuntutan pekerjaan pelayanan birokrasi. Artinya, sudah menjadi tugas dan kewajiban kita sebagai pelayan publik untuk menjadi semakin canggih melayani masyarakat.” pungkas Prof. Nurliah.
Selain itu, Prof. Nurliah juga menjelaskan perubahan yang terjadi di era digitalisasi saat ini dimana segala urusan administrasi, persuratan, dan dokumensi dibuat dalam bentuk digital tanpa memerlukan alat tulis kantor lagi, hal tersebut dinilai membantu efisiensi anggaran yang merupakan salah satu program pemerintah di periode ini. Dengan diberlakukannya sistem digitalisasi, Prof. Nurliah mendukung agar sarana dan prasarana pemerintahan baik itu kementerian maupun lembaga dapat memperkuat jaringan internet agar membantu program digitalisasi tercapai dengan maksimal. Prof. Dr. Nurliah Nurdin, MA., juga menambahkan sedikit penjelasan terkait starfish sebagai simbol desentralisasi yang mampu menyelesaikan masalah dilevel bawah tanpa tergantung perintahn atasan dan spider’s web sebagai perumpamaan sentralisasi dimana semua permasalahan hanya diselesaikan di tingakt pusat.
Selama kegiatan berlangsung, peserta bimbingan teknis menyimak dengan semangat penuh antusiasme. Prof. Nurliah Nurdin menyarankan agar peserta yang berkecimpung di bidang tata usaha terus menggunakan mindset bahwa pekerjaan operasional dan administrasi selalu berjalan seimbang dan beriringan, pekerjaan operasional bisa terlaksanakan dengan baik apabila dibantu dengan optimal oleh pekerjaan di administrasi. Mengakhiri paparannya, Prof. Nurliah membuka sesi tanya-jawab dengan memberikan kesempatan untuk peserta mengajukan pertanyaan kepada narasumber. Prof. Nurliah Nurdin menutup sesinya dengan semangat perubahan, masyarakat harus diyakinkan bahwa Polisi dapat diandalkan dalam memberikan rasa aman, pelayanan cepat, transparan dan akuntabel melalui digitalisasi administrasi kepolisian.



