
Jakarta, 17 November 2025 — Politeknik STIA LAN Jakarta menyelenggarakan kegiatan Bedah Buku “E-Government di Era Artificial Intelligence” karya Dr. Yusuf Amrozi, S.T., M.MT., bertempat di Aula Serbaguna Kampus Jakarta. Buku tersebut merupakan karya strategis yang menjawab tantangan digitalisasi pemerintahan di tengah pesatnya perkembangan teknologi dan disrupsi artificial intelligence (AI).
Kegiatan ini dihadiri oleh civitas akademika yang terdiri dari unsur manajemen, dosen, tenaga kependidikan, serta mahasiswa. Direktur Politeknik STIA LAN Jakarta, Prof. Dr. Nurliah Nurdin, MA., hadir memberikan keynote speech. Adapun pembahas buku yaitu Agus Eko Nugroho, S.E., M.Appl.Econ., Ph.D., dan Dr. Alih Aji Nugroho, MPA.
AI sebagai Infrastruktur Baru Pemerintahan
Dalam paparannya, Prof. Nurliah menyampaikan bahwa saat ini pemerintah telah memasuki era ketika AI bukan lagi pilihan, melainkan menjadi infrastruktur baru dalam tata kelola pemerintahan. Dunia bergerak cepat, sementara Indonesia masih menghadapi sejumlah tantangan.
Prof. Nurliah merujuk data global yang menunjukkan:
– EGDI 2024 PBB: Indonesia berada di peringkat 77 dari 193 negara, naik tetapi belum masuk kategori very high e-government.
– Digital Government Maturity Index: Indonesia masih berada pada level Intermediate, tertinggal jauh dari negara seperti Singapura dan Estonia.
– Kerugian akibat korupsi: KPK mencatat kerugian negara mencapai Rp 42 triliun per tahun (rata-rata kasus 2019–2024).
Bank Dunia memperkirakan economic loss korupsi mencapai 2–3% PDB atau setara Rp 350–500 triliun per tahun.
“Ini menunjukkan bahwa digitalisasi dan penggunaan AI dalam pemerintahan bukan hanya modernisasi, tetapi kebutuhan untuk menyelamatkan uang negara, mempercepat layanan publik, dan menciptakan pemerintahan yang bersih,” tegas Prof. Nurliah.
Tiga Kekuatan AI dalam E-Government
Prof. Nurliah menjelaskan tiga kekuatan utama AI dalam meningkatkan kinerja birokrasi:
– Mempercepat layanan publik (efficiency):
AI dapat memangkas waktu layanan dari hitungan hari menjadi menit, seperti pada pengelolaan data kependudukan, notifikasi otomatis, dan pembacaan dokumen perizinan.
– Mengurangi ruang korupsi (transparency & traceability):
AI menciptakan jejak digital melalui sistem pengawasan otomatis dan analitik anti-fraud pada dana desa, pengadaan barang/jasa, serta mengurangi tatap muka yang rawan pungutan liar.
– Mendukung pengambilan keputusan berbasis data (data-driven policy):
AI memungkinkan prediksi kebutuhan anggaran, pemetaan potensi kemiskinan, penghitungan risiko bencana, dan penyusunan kebijakan berbasis data.
“Buku yang ditulis oleh Dr. Yusuf Amrozi ini memberikan fondasi penting tentang integrasi AI dalam pelayanan publik, etika, keamanan data, transparansi, dan transformasi aparatur masa depan,” ujar Prof. Nurliah.
Pemikiran Penulis Buku
Dalam pemaparannya, Dr. Yusuf Amrozi menjelaskan bahwa buku ini ditulis karena:
a) Isu e-government yang selalu aktual di tengah tuntutan layanan publik yang mudah, cepat, dan murah;
b) Perubahan lingkungan strategis yang begitu cepat di era AI;
c) Kebutuhan akan guideline bagi peserta didik, khususnya pada mata kuliah E-Government;
d) Upaya menambah khazanah literatur bagi publik, aparat pemerintah, dan masyarakat yang memiliki minat pada isu e-government.
Ia menekankan urgensi e-government karena kebutuhan peningkatan layanan publik, efisiensi tatakelola birokrasi, serta perkembangan teknologi yang memungkinkan adopsi AI dalam berbagai konteks (G2C, G2B, G2G, G2E).
Dr. Yusuf turut menjelaskan tiga dimensi e-government:
– Service Dimension: kualitas layanan publik;
– Administrative Dimension: efektivitas dan efisiensi manajemen operasional melalui dukungan sistem TI;
– Democratic Dimension: partisipasi, peran dan wewenang, serta transparansi pemerintahan.
Selain itu, ia memaparkan kerangka Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) yang berlandaskan berbagai regulasi nasional seperti Perpres No. 95 Tahun 2018, PP No. 71 Tahun 2019, Perpres No. 132 Tahun 2022, dan Perpres No. 82 Tahun 2023.
Tantangan dan Agenda E-Government ke Depan
Dr. Yusuf mengidentifikasi sejumlah tantangan antara lain kualitas layanan, infrastruktur, SDM, keamanan siber, regulasi, partisipasi publik, manajemen data, hingga perencanaan strategis sistem informasi lintas pusat-daerah.
Pandangan Para Pembahas
Pembahas I, Agus Eko Nugroho, Ph.D., menyoroti relevansi buku dalam dinamika ekonomi digital, di mana e-government menjadi katalis pertumbuhan ekonomi menuju target pertumbuhan 7–8% pada 2025–2029. Ia menekankan urgensi e-government untuk:
1. Mewujudkan good governance,
2. Meningkatkan kualitas pelayanan publik,
3. Mendorong terbentuknya smart government yang terintegrasi.
Namun Agus juga menyoroti sejumlah masalah mendasar seperti:
Literasi digital yang masih berada pada kategori “sedang”, Integrasi digital antarwilayah dan antarinstansi yang belum optimal, Infrastruktur digital yang belum merata (hanya 78% populasi terhubung internet).
Masukan dari Pembahas II
Pembahas II, Dr. Alih Aji Nugroho, MPA., menilai buku Dr. Yusuf memiliki kekuatan pada gaya bahasa yang mudah dipahami, contoh kasus yang relevan, dan cakupan konsep e-government yang komprehensif. Namun ia menilai buku tersebut belum sepenuhnya menjawab tantangan utama terkait e-government di era AI.
Ia juga menyinggung pergeseran paradigma dari e-government ke e-governance, serta penggunaan AI dalam rekrutmen ASN berbasis meritokrasi.
Penutup
Melalui forum bedah buku ini, diharapkan mahasiswa Politeknik STIA LAN Jakarta dapat menjadi aparatur muda yang kompeten, menguasai teknologi, memiliki integritas, dan siap membawa Indonesia memasuki era pemerintahan digital yang bersih, efisien, dan transparan










