Pada Selasa, 17 Desember 2024, Pusat Pengkajian dan Pengembangan Islam Jakarta (Jakarta Islamic Centre) menyelenggarakan Konferensi Muslimah Internasional dengan mengusung tema ”Pola Baru Peran Perempuan; Mewujudkan Perempuan Aktif dan Berdaya Saing di Ranah Publik”. Pelaksanaan kegiatan ini dengan mendatangkan pembicara dari berbagai Lembaga dan Organisasi yang relevan dengan tujuan memperkuat peran strategis Islamic Centre sebagai basis gerakan pembangunan dan sumber daya muslim/muslimah yang berkualitas dan kemandirian ekonomi umat. Kegiatan yang berjumlah 100 orang, diselenggarakan secara luring di The Tavia Heritage Hotel.
Pelaksanaan Konferensi Muslimah Internasional dapat menjadi ajang silaturahim pimpinan perempuan dan pimpinan organisasi perempuan muslim di Indonesia, dan sebagai stakeholders Islamic Centre. Acara ini bertujuan untuk mewujudkan visi misi Jakarta Islamic Centre menjadi Pusat Peradaban Dunia. Kegiatan ini, didasari oleh Rencana Kegiatan Pusat Pengkajian dan Pengembangan Islam Jakarta Divisi Pengkajian dan Pendidikan Tahun 2024.
Tema dari Ketiga sesi diskusi panel :
- Pola Baru Peran Perempuan;”Mewujudkan Perempuan Aktif dan Berdaya Saing di Ranah Publik”, yang disampaikan oleh Prof. Dr. Nasarudin Umar, Dra. Hj. Arifatul Fauzi, M.Si, Imam Besar Macau;
- Peran Perempuan Dalam Bidang Pendidikan dan Politik di Era Digital, dengan pembicara Prof. Dr. Nurliah Nurdin, MA, dan Dr. Astriana Balti Sinaga, M, Si; dan
- Women’s Leadership in Islamic Perspective, yang dibahas oleh Imam Besar Union of Hongkong, dan KJRI Hongkong.
Pada Sesi ke-2, Prof. Nurliah memaparkan Potensi kesetaraan gender dalam digitalisasi di Indonesia memiliki peluang besar untuk memberdayakan perempuan dan kelompok marjinal lainnya dalam berbagai aspek kehidupan sosial, ekonomi, dan politik. Pada tahun 2022, 65% dari produk domestic bruto global akan terdigitalisasi, dengan akses internet mobile dan platform online sebagai peran penting untuk kesejahteraan emosional keluarga migran dan komunitas migran, termasuk pengungsi. Berdasarkan data UNDP 2021, ada 30 negara dengan pekerjaan perempuan yang memiliki risiko otomatisasi sebesar 70%, dalam 20 tahun kedepan, 180 juta pekerjaan perempuan akan terotomatisasi, namun perempuan 30-50% lebih kecil kemungkinannya daripada laki-laki untuk menggunakan internet guna meningkatkan pendapatan atau berpartisipasi ddalam kehidpan publik.
Dalam materi yang dibahas, Nurliah menyampaikan data yang bersumber dari Measuring Digital Development 2023: 770 juta orang di seluruh dunia tidak memiliki akses ke listrik yang dapat diandalkan, terutama di Afrika dan Asia, 785 juta perempuan di negara berkembang tidak memiliki akses ke internet mobile, dan 40% perempuan di negara berkembang tidak memiliki smartphone. Dengan hambatan utama terhadap kesetaraan gender di era digital, meliputi: norma gender dan stereotip budaya, keterjangkauan internet dan perangkat digital, kekurangan literasi dan keterampilan digital, faktor eksternal (regulasi, infrastruktur, kepercayaan terhadap operator seluler dan layanan infrastruktur digital, dan kekurangan peluang pekerjaan dan kewirausahaan di Sektor Digital.
Nurliah menyatakan bahwa ”Kesenjangan gender ini bukan hanya terkait dengan akses terhadap perangkat dan internet, tetapi juga dalam hal representasi perempuan dalam posisi strategis di perusahaan teknologi dan startup digital. Hal ini memerlukan reformasi struktural baik di tingkat global maupun nasional untuk mengurangi kesenjangan tersebut.”
Dalam paparannya, Nurliah menyampaikan realitas kepemimpinan dalam sektor publik yang terjadi di Indonesia pada masa ini: wanita yang berkiprah di politik dengan jumlah anggota DPRI RI 2024-2029 mencapai 127 orang dan 8 menteri perempuan di kabinet Indonesia maju; kualitas pemberdayaan ekonomi perempuan di Indonesiai berada pada peringkat 87 dari 146 negara pada tahun 2023 (UN Women); persentase perempuan di parlemen sebanyak 21,03% dengan kebijakan kuota 30% perempuan dalam legislatif.
Di Indonesia, meskipun ada tantangan budaya yang mungkin membatasi peran Perempuan dalam beberapa wilayah, semakin banyak perempuan yang muncul sebagai pemimpin di sektor pendidikan, politik, dan ekonomi. Sehingga, isu-isu kesetaraan gender masih sering terjadi seperti kekerasan seksual yang tercatat pada tahun 2018-2023 sebanyak 24.529 kasus. Melalui konferensi ini, menjadi kesepakatan untuk mendorong kolaborasi antar pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat dalam menciptakan ekosistem digital yang lebih inklusif bagi perempuan. Dengan mengatasi kesenjangan gender, meningkatkan literasi digital, dan mengedepankan kebijakan yang mendukung perempuan, konferensi ini menegaskan pentingnya peran perempuan dalam membentuk masa depan digital yang lebih inklusif dan berkelanjutan.