Polemik terkait dengan penundaan Pemilihan Umum 2024 sangat ramai dibicarakan oleh masyarakat Indonesia. Sebagian besar masyarakat menolak wacana tersebut karena melanggar konstitusi, sedangkan sebagian di antaranya mendukung dikarenakan adanya program pembangunan yang belum selesai pasca covid-19. Hal tersebut yang mendorong dilaksanakannya diskusi akhir pekan berjudul “Pemilu 2024 Jadi atau Ditunda?”, yang diadakan oleh Forum Guru Besar dan Doktor Insan Cita. Kegiatan ini diselenggaran melalui aplikasi Zoom pada hari Ahad, 20 Maret 2022, pukul 19.30-22.30 WIB.
Kegiatan ini dimulai dengan opening speech oleh Prof. Dr. Siti Zuhro. Webinar ini juga menghadirkan beberapa pakar politik dan negarawan seperti Dr. Hidayat Nur Wahid, Prof. Dr. Nurliah Nurdin, M.A., Dr. Achmad Baidowi, Prof. Ali Munhanif, Burhanuddin Muhtadi, Ph.D., dan Yohan Wahyu, M.I.P.
Animo masyarakat terhadap penyelenggaraan pemilu 2024 sangat luar biasa. Sebagai amanat konstitusi, negara harus menyelenggarakan. Hampir semua narasumber yang hadir mengatakan bahwa tidak ada alasan untuk menunda pemilu.
Prof. Nurliah Nurdin, M.A. yang merupakan salah satu narasumber mengatakan bahwa pemilu 2024 harus tetap berjalan. Namun demikian, faktanya adalah bahwa posisi pemerintah (eksekutif) saat ini berada dalam majority. Kondisi ini disebabkan oleh dukungan koalisi partai di legislatif (parlemen) yang kuat dalam sistem presidential. Hal ini disebut dengan unified government. Unified government akan memuluskan setiap wacana yang ada untuk diangkat menjadi sesuatu yang nyata. Contoh lain dari hal ini adalah pelaksanaan amandemen konsitusi, sebagai kesepakatan lembaga eksekutif dan legislatif.
Hal ini juga merupakan sisi positif sekaligus titik lemah dari unified government tersebut, yaitu setiap keputusan dapat dengan mudah diambil tanpa pertentangan antara anggota parlemen dan presiden.
Nurliah juga mengatakan bahwa Reformasi 1998-1999 tidak boleh dicederai. Amandemen Konstitusi oleh Parpol reformer untuk membatasi masa jabatan Presiden jangan sampai terwujud karena melanggar konstitusi negara. Presiden Jokowi menyatakan “Siapapun boleh boleh saja mengusulkan wacana penundaan Pemilu dan perpanjangan (masa jabatan Presiden) Menteri atau Partai Politik, karena itu kan demokrasi, bebas saja berpendapat. Tetapi, saat pelaksanaannya, semuanya harus tunduk dan taat pada konstitusi, kita bukan hanya taat dan tunduk, tetapi juga patuh pada konstitusi”.
Nurliah mengatakan bahwa Presiden Jokowi perlu menghentikan polemik dengan ketegasan sikap beliau. Bahkan tumpuan keberlanjutan demokrasi saat ini diharapkan dari pernyataan Ketum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Megawati Soekarnoputri untuk tegas menolak wacana tersebut. Demokrasi tergantung pada partai politik yang bertanggungjawab, yang harus bertindak sebagai penjaga proses demokrasi, fungsi pendidikan politik rakyat.
Webinar ini berlangsung cukup antusias dengan diikuti ratusan peserta di media Zoom yang juga mengomentari, memberikan pertanyaan dan dukungannya terhadap wacana penolakan penundaan Pemilihan Umum 2024.