Kita Perlu Negarawan dalam Unified Government: Menyikapi Wacana Perpanjangan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden

Pelaksanaan pemilihan umum di Indonesia selalu ramai dengan berbagai dinamika wacana, termasuk yang saat ini sedang hangat adalah wacana penundaan pelaksanaan pemilu. Tidak ada alasan untuk menunda Pemilu. Kesatuan pandangan pemerintah atau yang dikenal dengan “Unified Government” harus direalisasikan, agar tidak ada ide amandemen untuk kepentingan sesaat. Hal ini terungkap pada Webinar dengan judul “Telaah Kritis Usul Perpanjangan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden” yang diselenggarakan oleh Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia (Indonesian Society of Governance Studies), pada hari Rabu 9 Maret 2022. Kegiatan ini diikuti oleh berbagai tokoh politik, akademisi, praktisi pemerintahan, dan masyarakat umum.

Direktur Politeknik STIA LAN Jakarta Prof. Dr. Nurliah Nurdin, MA., selaku pembicara pada kegiatan tersebut mengatakan bahwa Reformasi 1998-1999 tidak boleh dicederai., Amandemen Konstitusi oleh Parpol Reformer untuk membatasi masa jabatan Presiden jangan sampai terwujud karena melanggar konstitusi negara.

Presiden Jokowi pernah mengatakan “Siapapun boleh boleh saja mengusulkan wacana penundaan Pemilu dan perpanjangan (masa jabatan Presiden) Menteri atau Partai Politik, karena itu kan demokrasi, bebas saja berpendapat. Tetapi, saat pelaksanaannya, semuanya harus tunduk dan taat pada konstitusi, kita bukan hanya taat dan tunduk, tetapi juga patuh pada konstitusi”.

Pemilihan Umum merupakan amanat dari Undang-Undang Dasar 1945 pasal 7, dimana masa jabatan Presiden hanya lima tahun, dan menjadi sepuluh tahun (2 periode) jika Presiden tersebut terpilih kembali dalam Pemilu. Nurliah menambahkan Presiden Jokowi telah membuat warisan kepemimpinan berupa infrastruktur yang kokoh, pemulihan ekonomi pasca pandemi, dan penguatan peran kelompok minoritas suku dan beragama dalam wawasan kebangsaan.

Nurliah juga mengatakan bahwa Presiden Jokowi perlu menghentikan polemik. Ketum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Megawati Soekarnoputri juga menjadi harapan untuk tegas menolak wacana tersebut. Demokrasi tergantung pada partai politik yang bertanggungjawab, yang harus bertindak sebagai penjaga proses demokrasi, fungsi pendidikan politik rakyat.

Selain Prof. Dr. Nurliah Nurdin, MA., Direktur Politeknik STIA LAN Jakarta/ Dewan Pakar MIPI, webinar ini juga menghadirkan Prof. Dr. Abdul Muti, M.Ed., selaku Sekretaris Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah, dan Ray Rangkuti, dari Lingkar Madani Indonesia. Webinar ini ditutup dengan pemaparan dari Sekjen Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia Bahar Thahir.

Semoga, dengan webinar ini masyarakat dan para negarawan tercerahkan agar tidak terbujuk oleh wacana penundaan pemilu dengan alasan pandemi dan program pembangunan yang belum usai, sebab hal itu akan semakin memperparah kondisi demokrasi Indonesia yang masih banyak memerlukan perbaikan dan tantangan, menuju Indonesia Emas 2045.

Share this:
https://esdm.riau.go.id/web/logs1/